TIGA PERJANJIAN / AKAD (BAGIAN 1)
Ada banyak akad-akad dalam Alkitab, namun di sini kita hanya akan berfokus pada tiga akad, dua akad yang pertama dibuat Allah dengan manusia dan akad yang ketiga dibuat di dalam Tritunggal sendiri. Jika kita bisa
memahami ketiga akad ini, Alkitab akan menjadi lebih jelas dan lebih sederhana untuk dimengerti. Namun
pertama-tama kita harus memahami perbedaan antara suatu akad dengan suatu janji:
Ketika Allah membuat suatu janji, kita harus menaruh iman dalam janji itu untuk bisa digenapi:
…tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman
dan kesabaran mendapat bagian
dalam
(NKJV: mewarisi) apa yang dijanjikan Allah. (Ibr 6:12, penekanan ditambahkan)
…yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa. (Ibr 11:33, penekanan ditambahkan)
Namun ketika Allah membuat suatu akad, itu akan digenapi, apakah kita percaya atau tidak. Allah tidak
dapat
berdusta dan ketika Dia bersumpah, Dia selalu melakukan apa yang
Dia
katakan. Mari kita lihat ketiga
akad-akad itu:
Akad pertama
Allah nampak kepada Abraham dan membuat
suatu akad untuk menjadi
Allah Abraham dan untuk
membuatnya menjadi bangsa yang besar dan memberkatinya.
Lalu sujudlah Abram, dan Allah berfirman kepadanya: “Dari pihak-Ku, inilah akad-Ku dengan engkau:
Engkau akan menjadi bapa
sejumlah
besar bangsa.
Karena itu
namamu
bukan lagi Abram,
melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan
menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Aku akan membuat engkau beranak cucu sangat banyak; engkau akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa,
dan dari padamu akan berasal raja-raja. Aku akan mengadakan akad antara Aku dan engkau serta
keturunanmu turun-temurun
menjadi suatu akad yang kekal supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. (Kej 17:3-7)
Tidak ada syarat-syarat yang terlampir. Abraham juga tidak melakukan
suatu apapun yang pantas untuk
satupun [berkat] itu;
ia
tidak menaati peraturan manapun atau hidup kudus secara tidak biasa. Pada
kenyataannya, beberapa ahli teologia percaya bahwa Abraham adalah seorang Irak
yang menyembah
dewa-dewa kafir! Ia tidak menaati Allah dengan meniduri budak istrinya (Hagar) dan melalui tindakan tunggal
ketidaktaatan ini dilahirkanlah Ismael, yang menjadi bapa semua bangsa-bangsa Arab yang kita kenal sekarang.
Istrinya, Sarah, kemudian melahirkan Ishak, anak yang dilahirkan menurut janji dan yang menjadi
bapa bangsa Israel. Dan kita tahu bahwa sampai hari ini ada suatu konflik yang tak putus-putusnya
antara
bangsa-bangsa ini.
Abraham juga dua kali berbohong tentang istrinya Sarah (sekali kepada Firaun dalam Kejadian 12 dan sekali kepada Abimelekh raja Gerar, dalam Kejadian 20)
dan menyatakan bahwa Sarah
adalah saudarinya.
Abraham takut bahwa mereka akan membunuhnya
karena fakta bahwa Sarah adalah seorang wanita yang sangat cantik.
Sekarang meskipun Abraham jelas pihak yang salah di sini, Tuhan tidak menegur dia untuk itu melainkan
menghardik Firaun!
Tetapi TUHAN menimpakan tulah yang hebat kepada Firaun, demikian juga seisi istananya karena
Sarai, isteri Abram itu. (Kej 12:17)
Dan kemudian sekali lagi Tuhan menegur
raja Gerar, dan bukan Abraham:
Tetapi pada waktu malam Allah datang kepada Abimelekh dalam suatu mimpi serta berfirman
kepadanya, "Engkau harus
mati
karena perempuan yang
telah
kau
ambil itu, sebab ia
sudah
bersuami". (Kej 20:3)
Siapa yang salah di sini? Abraham! Siapa yang Allah tegur? Raja itu! Ini karena Allah telah membuat akad
perjanjian dengan Abraham dan bukan dengan firaun ataupun
raja itu. Dan karena Tuhan selalu melakukan
bagian dari tawar-menawar-Nya, Abraham mendapat
perkenanan oleh Allah karena akad ini.
Kita sungguh melihat bahwa Abraham telah berbohong tentang istrinya, tetapi karena berkat Tuhan atas
hidupnya ia keluar dari Mesir (dan kemudian juga dari Gerar) sarat dengan
budak
dan ternak dan kekayaan! Sekarang dengan ini kita tidak mengatakan
bahwa
orang harus pergi keluar dan berbohong dan menipu
orang lain agar Tuhan memberkati mereka! Kami sama sekali tidak menyetujui kehidupan tak bermoral, tapi
contoh ini hanya berfungsi menggambarkan
bahwa Tuhan memberkati Abraham tanpa memandang tingkat kepatuhan. Tuhan memberkati Abraham meskipun ia berbohong!
Tidak ada standar moral untuk hidup, sampai Hukum Musa yang termasuk 10 Perintah yang baru
diperkenalkan 430 tahun kemudian, yang membawa kita ke akad kedua.